Setelah Anda berstatus WAJIB PAJAK dengan memiliki NPWP, maka Anda harus sudah paham tentang kewajiban dan hak-hak Anda sebagai wajib pajak. Salah satu kewajiban Anda adalah melaporkan SPT Tahunan.
Tapi apakah ada yang dikecualikan dari kewajiban melapor SPT Tahunan ?
Yang dikecualikan dari kewajiban lapor SPT
Hal ini terjawab dengan adanya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT) sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014 Tentang Surat Pemberitahuan (SPT). Pada pasal 18 PMK 243/PMK.03/2014 disebutkan bahwa, Wajib Pajak Penghasilan Tertentu yang dikecualikan dari kewajiban menyampaiakan SPT PPh diantaranya adalah wajib pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
- Wajib Pajak orang pribadi yang dalam satu tahun pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 7 Undang-Undang PPh; atau
- Wajib pajak orang pribadi yang tidak menjalankan kegiatan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas.
Dalam ayat berikutnya dijelaskan bahwa wajib pajak yang memperoleh penghasilan tidak melebihi PTKP, dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 dan SPT Tahunan PPH Wajib Pajak Orang Pribadi. Sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi yang tidak menjalankan kegiatan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas dikecualikan dari penyampaian SPT Masa PPh Pasal 25. Pasal tersebut masih berlaku hingga saat ini karena tidak termasuk dalam pasal yang diubah dalam PMK 09/PMK.03/2018. Jadi, dapat disimpulkan wajib pajak seperti bapak-bapak pensiunan misalnya, sebenarnya tidak diwajibkan melaporkan SPT Tahunan sepanjang penghasilan yang diperoleh masih di bawah PTKP.
Ketentuan bahwa wajib pajak yang dikecualikan dari kewajiban melakukan pelaporan SPT Masa 25 maupun SPT Tahunan, sebenarnya bukanlah aturan baru. Sejak tahun 2000, ketentuan ini telah dituangkan dalam Keputusan Menteri Keuangan nomor 535/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang wajib pajak tertentu yang dikecualikan dari kewajiban menyampaikan surat pemberitahuan. Akan tetapi, kebijakan ini tidak populer, baik di kalangan wajib pajak maupun petugas pajak.
Dari sisi petugas pajak, hal ini menyulitkan pengawasan kewajiban perpajakan, diantaranya adalah penerbitan STP atas tidak dilaporkannya SPT Tahunan. Dari mana petugas pajak tahu bahwa penghasilan wajib pajak dibawah PTKP apabila hal tersebut tidak dilaporkan secara langsung dalam SPT Tahunan??? Sedangkan dari sisi wajib pajak, mereka masih merasa was-was jika dibebani dengan pengenaan denda STP jika mereka tidak melakukan pelaporan SPT Tahunan. Walaupun mereka memiliki hak untuk mengajukan permohonan penghapusan sanksi administrasi, namun hal ini dirasa merepotkan bagi sebagian besar wajib pajak.
Salah satu yang bisa dilakukan untuk mengurangi kekhawatiran ini, adalah dengan menawarkan wajib pajak untuk berstatus sebagai Wajib Pajak Non Efektif saat mereka memiliki penghasilan di bawah PTKP. Status Non Efektif ini dapat kembali diefektifkan saat penghasilan bertambah melebihi PTKP dalam satu tahun pajak. Hal ini tentunya menguntungkan kedua belah pihak karena dapat lebih memberikan kepastian hukum.
Ketentuan ini tidak pula dapat dipaksakan kepada seluruh wajib pajak. Bagi mereka yang meskipun memiliki penghasilan di bawah PTKP tetap boleh melakukan pelaporan SPT Tahunan jika menghendaki. Siapapun tetap berhak untuk ikut serta memajukan Indonesia, salah satunya dengan menjadi masyarakat yang taat pajak.
Status Non Efektif
Batas waktu pelaporan untuk OP sampai dengan 31 Maret dan untuk Badan sampai dengan 30 April. Wajib pajak juga dapat melaporkan SPT Tahun Pajak sebelumnya, namun dengan status terlambat dan kemungkinan akan bisa diterbitkan surat tagihan pajak atas keterlambatan pelaporan.
Namun bagaimanakah jika kita tidak melaporkan SPT Tahunan tahun ini atau tahun pajak sebelumnya? Sangat dipastikan bahwa dalam data pajak, terjadi ketidakpatuhan pelaporan. Perlu diingat bagi wajib pajak, selain dapat dikenakan denda berupa penerbitan STP (Surat Tagihan Pajak) dan dapat pula diusulkan pemeriksaan, ketidakpatuhan pelaporan ini akan mengakibatkan wajib pajak dikenakan status NE. Status wajib pajak NE (Not Effective) ini akan otomatis secara jabatan jika wajib pajak tidak melaporkan SPT Tahunan selama dua tahun berturut-turut.
Dua Jenis Tanggapan Atas Status NE
Berbicara mengenai status NE pastinya ada dua pendapat yang berbeda. Pertama pastinya status NE ini akan mempersulit kegiatan perpajakan wajib pajak. Wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha namun tidak melaporkan secara berkala SPT Tahunannya, diblokir dalam memperoleh pelayanan perpajakan. Salah satunya yaitu permintaan nomor seri faktur baik secara online ataupun langsung ke KPP. Terdapat penolakan dari sistem yang menjelaskan bahwa wajib pajak tidak dapat meminta nomor seri faktur.
Kondisi yang lainnya yaitu, wajib pajak tidak akan dapat mengurus SKB (Surat Keterangan Bebas). SKB sangat penting bagi wajib pajak dengan peredaran bruto tertentu. Wajib pajak membutuhkannya agar tidak dipotong atau dipungut pajaknya antara lain, PPh 21, PPh 22, PPh 22 impor, dan PPh 23. Walaupun sudah jelas dalam pengajuan SKB ini, harus menyampaikan SPT Tahunan sebelum tahun pajak permohonan SKB.
Lebih lanjut lagi bahwa wajib pajak dapat kesulitan untuk menerbitkan faktur pajak keluaran. Sudah banyak diketahui bahwa BUMN maupun pemerintah daerah akan bertransaksi dengan PKP (Pengusaha Kena Pajak). Lawan transaksi haruslah PKP dan harus menerbitkan faktur pajak agar diterima oleh BUMN dan juga pemerintah daerah. Oleh karena itu, karena wajib pajak sudah diblokir karena dalam status NE maka wajib pajak tidak akan bisa menerbitkan faktur pajak keluaran. Sudah jelas, bahwa status NE ini akan menyebabkan wajib pajak terkendala dalam proses pelayanan perpajakan lainnya juga.
Kedua yaitu, status NE ini mungkin disambut gembira oleh wajib pajak yang memang benar-benar tidak ada lagi kegiatan usaha. Wajib pajak tersebut tidak memperoleh penghasilan lagi sehingga berencana untuk melakukan penghapusan NPWP. Kondisi lainnya yaitu wajib pajak tersebut telah ditetapkan sebelumnya dalam kondisi pailit dan sedang dalam proses pembuatan akta pembubaran. Namun wajib pajak tidak serta merta terbebas dari kewajiban perpajakan. Penerbitan STP atas tindakan ketidakpatuhan perpajakan akan tetap menjadi tanggung jawab wajib pajak.
Surat Tagihan Pajak akan tetap dibebankan dan harus dilunasi oleh wajib pajak sebelum dilakukan penghapusan NPWP. Proses penghapusan NPWP bukan hanya dengan pengajuan permohonan, namun juga dilakukan pemeriksaan tujuan lain. Dalam menentukan terkabul tidaknya permohonan penghapusan NPWP, wajib pajak harus terbebas dari segala tunggakan pajak. Jika wajib pajak masih mempunyai tunggakan pajak, harus dilakukan pelunasan segera. Sehingga jelas, bahwa kepatuhan itu sangatlah penting dalam perpajakan. Tetapi berbeda pastinya bagi wajib pajak dengan iktikad baik. Wajib pajak iktikad baik akan selalu mendapatkan kelancaran dan lebih percaya diri dalam hal kewajiban perpajakannya, karena kepatuhannya yang baik pula.
Sumber :
https://www.pajak.go.id/id/artikel/yang-tidak-lapor-spt-tahunan-yang-tidak-dikenai-sanksi
https://www.pajak.go.id/artikel/status-ne-kecewa-apa-gembira
Medical Doctor, WordPress Fan & Radio Broadcasting. Founder KLIKHOST.COM