Sikap Tenggang Rasa Yang Mulai Luntur

Tepo Seliro adalah sebuah tindakan atau perbuatan yang merupakan gabungan dari Toleransi dan Tenggang Rasa. TOLERANSI adalah bagaimana kita bisa menjaga perasaan diri terhadap perbuatan orang lain di tengah-tengah lingkungan kita yang berbeda dan majemuk. TENGGANG RASA merupakan kemampuan kita dalam menjaga perasaan orang lain atas perbuatan yang akan kita lakukan.

Kelihatannya mudah dan sederhana. Apa susahnya sih menghargai perasaan orang lain sebagaimana kita pun ingin diperlakukan demikian? Tapi ternyata pada aplikasinya, urusan tepo seliro ini sering diabaikan oleh seseorang ataupun kita sendiri.

Tepo Seliro tidak hanya berbicara pada hubungan dengan tetangga sekitar, tapi juga dengan rekan kerja ataupun mitra bisnis/customer.

Berikut ini adalah contoh-contoh kasus yang sering terjadi pada lingkungan rumah :

1. Membuang sampah di bak sampah tetangga

2. Memelihara binatang peliharaan, dan kotorannya mencemari udara, tanah ataupun rumput tetangga.

3. Mengemudikan kendaraan dengan ngebut di lingkungan tetangga

4. Membunyikan klakson mobil setiap kali masuk garasi

5. Tidak mau menegur atau sekadar memberi senyuman dan anggukan pada tetangga

6. Melakukan ‘kebisingan’ ketika membangun ataupun merenovasi rumah tanpa permisi ke tetangga terdekat

7. Konstruksi talang air atau aliran kran air yang keliru hingga mengakibatkan kebocoran pada dinding tetangga.

8. Tempat penampungan air bermasalah yang meluap hingga rumah tetangga.

9. Parkir kendaraan ‘sembarangan’ di depan rumah tetangga tanpa ijin

dll….

Sebagian masalah tersebut kadang menjadi sekadar ‘keluhan/ omongan’ dari mulut ke telinga lainnya, dan akhirnya menyebar, hingga perlahan tapi pasti menyematkan berbagai ‘label’ buruk pihak yang dinilai tidak tahu tenggang rasa di mata warga.

Sebagiannya memilih menyelesaikan, dengan memberi teguran ataupun luapan amarah jika sang tetangga dianggap ‘ndablek’. Muaranya adalah terjadi keributan hingga hilangnya rasa nyaman berada di dalam rumah sendiri. Sebagian lain memilih melaporkan ke ketua RT, karena mereka menganggap urusan demikian sebagai salah satu tugas RT.

 

Faktor tingginya pendidikan juga tidak menihilkan potensi seseorang untuk menjadi lebih baik dari orang lain. Meski di atas kertas, seharusnya tingginya tingkat pendidikan harus sejalan dengan tingginya budi pekerti. Ibarat padi berisi yang kian merunduk. Entahlah, apakah ini ada kaitannya dengan hasil pendidikan kita yang belum maksimal dan menyentuh berbagai bidang kehidupan? Ataukah materi pendidian budi pekerti dan tenggang rasa perlu menjadi satu mata pelajaran utama di bangku-bangku sekolah dasar hingga perguruan tinggi?

Menjunjung tinggi rasa tenggang rasa bukan saja menjadi hal penting dalam mewujudkan harmoni kehidupan, namun juga menjadikan setiap diri mencapai martabat yang baik di hadapan manusia dan Tuhannya.

Setiap kita sebagai orang tua harus benar-benar memberi perhatian khusus dalam rangka mengajarkan tepo seliro ini dalam bentuk pemahaman maupun keteladanan bagi anak-anak sedari dini. Ya, karena setiap keluarga adalah sekolah pertama bagi anak-anak bangsa.

 

“Jika kita menghendaki orang lain berbuat baik pada kita, maka kita juga harus berbuat demikian juga kepada mereka.”

1044 Total Views 1 Views Today

Tinggalkan komentar

%d blogger menyukai ini: