Apakah Radio Komunitas Harus Bayar Pajak Penghasilan (PPh) ???

Beberapa customer radio streaming kami di klikhost.com adalah radio komunitas. Terkadang karena ketidaktahuan akan pajak, ada yang tiba-tiba dapat tagihan sekian juta dari kantor Pajak karena tidak melaporkan SPT selama beberapa tahun. Sudah kita ketahui bahwa jika tidak melaporkan SPT Badan, maka kena denda Rp. 1.000.000. Jika tidak lapor selama 5 tahun, berarti kena dendanya Rp. 5.000.000,-

5 Tahun terakhir ini, perpajakan semakin ketat. Hal ini tentunya mau tidak mau kita semua harus tahu perpajakan agar tidak melanggar peraturan yang ada.

Untuk radio komunitas, umumnya badan hukumnya adalah PERKUMPULAN. Sumber pendanaan umumnya berasal dari DONASI dan IURAN ANGGOTA. Nah, khusus perkumpulan seperti radio komunitas ini perlakuannya berbeda dengan jenis perkumpulan yang lain, seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Jika perkumpulan dimana anggotanya terdiri dari para Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, misalnya Ikatan Dokter Indonesia atau Asosiasi Kontraktor Indonesia, maka iuran yang dibayarkan anggota adalah merupakan objek pajak penghasilan bagi perkumpulan tersebut. Hal ini diatur dalam pasal 4 ayat (1) huruf o Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh). Jenis pajaknya adalah Pajak Penghasilan (PPh) Badan karena perkumpulan termasuk dalam pengertian Badan berdasarkan pasal 2 ayat (1) huruf b. PPh Badan dikenakan terhadap penghasilan kena pajak yang dihitung berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih dan menerima penghasilan sebagaimana di atur dalam pasal 6 ayat (1) UU PPh.

Sedang perkumpulan seperti Radio Komunitas ataupun ormas, yang dimana anggotanya bukan Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, maka iuran yang dibayarkan oleh anggota kepada perkumpulan bukan merupakan objek pajak penghasilan.

Berikut dasar hukumnya :

Pasal 4 UU No. 36 tahun 2008

(1) Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:

1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
3. Laba usaha;
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
a. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
b. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
c. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
d. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
e. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;
5. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
6. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
7. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
8. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
9. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
10. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
11. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
12. keuntungan selisih kurs mata uang asing;
13. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
14. premi asuransi;
15. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
16. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
17. penghasilan dari usaha berbasis syariah;
18. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
19. surplus Bank Indonesia.

Jadi, untuk radio komunitas, di SPT tetap dilaporkan jumlah iuran anggotanya di kolom “Bukan Objek Pajak”, tetapi pembayaran pajaknya adalah NIHIL karena iuran anggota radio komunitas BUKAN SEBAGAI OBJEK PAJAK PENGHASILAN.

600 Total Views 1 Views Today

Tinggalkan komentar

%d blogger menyukai ini: